Indonesia merupakan rumah dari berbagai jenis kura-kura. Sampai saat ini, tercatat kurang lebih 34 jenis kura-kura yang telah diidentifikasi berasal dari Indonesia. Salah satu spesies kura-kura yang banyak dimintai oleh para kolektor kura-kura di dunia dalah kura-kura leher ular Pulau Rote. Kura-kura leher ular rote (Chelodina mccordi) atau yang sering disebut kura-kura Rote merupakan salah satu jenis kura-kura endemik yang hidup di Pulau Rote. Spesies ini dulunya merupakan satu spesies dengan kura-kura leher ular dari Papua (Chelodina novaguineae) hingga akhirnya pada tahun 1994, Spesies ini dinyatakan sebagai spesies yang berbeda.
Kura-kura leher ular Rote merupakan spesies pertama dari Genus Chelodina yang terdaftar dalam Appendiks CITES. Sampai saat ini, status Kura-kura leher ular masuk ke dalam Appendiks II dengan nol Kuota. Sedangkan IUCN menetapkan satwa ini kedalam kategori Sangat Terancap Punah (Critically endangered). Meskipun masuk ke dalam kategori terancam punah oleh
IUCN dan terdaftar sebagai prioritas konservasi nasional oleh Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 57 / Menhut-II / 2008 pada Arahan Strategis Konservasi Spesies
Nasional, namun spesies ini tidak dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1999.
Hidup di pulau yang kecil dengan menempati danau-danau tertentu, membuat perkembangan spesies ini terbatas. Hal ini menyebabkan laju peningkatan populasi spesies ini menjadi lambat. Sehingga ketika laju pemanfaatan tidak seimbang, atau lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan populasi di alam, maka secara perlahan akan menyebabkan berkurangnya populasi di alam, bahkan dapat menyebabkan kepunahan.
Berdasarkan data Traffic (2004), perdagangan kura-kura leher ular rote sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an. Setiap hari kurang lebih ada ratusan kura-kura yang diburu untuk dijual dan selanjutnya di ekspor keluar. Namun setelah tahun 1994 sejak dinyatakan sebagai spesies berbeda dengan kura-kura leher ular Papua, permintaan terhadap spesies ini semakin meningkat, mengakibatkan populasi spesies ini menurun drastis dan sulit untuk ditemukan. Hingga pada akhir 2004 sampai 2005 pencarian terhadap spesies ini sudah sangat sulit untuk dilakukan.
Sejak saat itu, berbagai penalitian dilakukan untuk mengetahui distribusi dan status populasi kura-kura leher ular rote. Namun tidak ditemukan spesies ini di danau-danau yang dulunya menjadi habitat spesies ini.
Sebagai upaya pelestarian spesies kura-kura leher ular rote, tahun 2009 Menteri Kehutanan melepas liarkan sekitar 40 ekor kura-kura leher ular Rote ke Habitat alaminya (Danau Peto). Kura-kura yang dilepaskan merupakan sumbangan hasil penangkaran dari salah satu penangkar di Jakarta.
Kura-kura leher ular di Penangkaran Kupang
Setelah dilepas liarkan, sejak tahun 2010 sampai dengan 2014 dilakukan monitoring rutin oleh BBKSDA NTT dan juga Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Namun hasil yang mereka peroleh sama seperti penelitian-penelitian sebelumnya yang tidak menemukan spesies tersebut. Kini pertanyaan besar muncul terhadap keberadaan spesies ini di Pulau Rote, apakah masih ada atau kah Sudah Punah di Alam???
Kalau memang sudah punah di alam, ini menjadi salah satu catatan buruk untuk Indonesia dalam perlindungan spesies Indonesia. Ini merupakan salah satu contoh nyata dimana ketika keserakahan manusia untuk memelihara suatu spesies dapat menyebabkan hilangnya populasi spesies tersebut di Alam. Kita harus banyak belajar dari kasus kura-kura leher ular rote, dimana akibat dari perdangan satwa menyebabkan spesies ini semakin sulit untuk ditemui di alam. Ini menjadi salah satu pelajaran dalam perlindungan aset keanekaragaman hayati kita. Semoga kita bisa belajar dari kasus ini.
Kura-kura Leher Ular Rote, Korban Perdagangan Satwa yang Diambang Kepunahan
Reviewed by Maslim
on
Wednesday, October 26, 2016
Rating:
No comments: